Sebelumnya makasih banget buat Olga Viola yang udah mengizinkan gue buat mengepost postingan ini heheee.
Apa sih alay itu? Alay atau orang udik atau orang kampung (dalam arti kampungan), merupakan salah satu gelar yang ngga boleh banget didapetin sama setiap remaja, ya ngga? Padahal, pemahaman setiap orang tentang alay itu beda-beda banget. Ada beragam penerapan konteks alay/ngalay/dsb. :
Ngga alay, tapi suka ngalay. Misalnya yang pada suka ngegokil norak.
Alay, tapi up-to-date. Misalnya emo Blok M.
Ngga alay, tapi kepedean. Biasanya disebut anak gahoel.
Ngga alay, tapi dicap alay. Ya itu lah pemahaman yang berbeda!
Beberapa pemahaman yang berbeda, membuat status makin ngga jelas. Buat orang-orang kelas satu yang "jahat", alay itu dilihat dari kemampuan ekonomi. Buat orang-orang kelas satu yang "baik", mereka baru ngecap seseorang sebagai alay dari gayanya, ngga peduli tajir apa ngga. Untuk yang kelas menengah, alay itu setiap dari mereka yang k4Lo n9eT1k yA b3g!nI n1e3cH. Dan untuk kelas bawah, biasanya mereka adalah orang yang dicap sebagai alay. Kasian deh.
Tapi menurut pemahaman saya, ngga begitu. Alay itu ngga berdasarkan status ekonomi kok. Dan sesungguhnya ngga ada itu yang namanya alay atau orang udik atau orang kampung (dalam arti kampungan). Mereka adalah orang terlambat. Udah kok, itu doang. Mereka cuma terlambat. Alasan mereka terlambat pun karena kalo mereka "mencicipi" sesuatu barengan dengan golongan di atas mereka, nanti dianggap sok atau apa lah.
Sebagai contoh :
Waktu booming Friendster, yang ngeview pasti dominan golongan atas. Pas booming Facebook, golongan bawah merajalela di Friendster.
Dulu tULisAn be9iN1 pernah dipake sama banyak golongan atas. Tapi ketika disadari itu norak, jadi ngga jaman lagi. Akhirnya sekarang dipake sama golongan bawah.
Iya kan? Mereka itu selalu mendapat dari sisaan golongan atas. Karena mereka tidak diberi kesempatan mencicipi, mereka nyobanya pas udah ngga jaman lagi. Mungkin beberapa akan mengatakan, " Salah sendiri ngga nyobain dari awal! " Akan tetapi, tekanan dari lingkungan mereka membuat mereka ngga bisa merasakannya. Seperti emo Blok M, mereka dihina-hina kan? Tapi pas nanti udah ngga jaman, hinaan yang mereka terima ngga akan seheboh sekarang.
Yang jadi pertanyaan, kenapa harus seperti itu? Ketika mereka mencoba, dimarahi. Ketika kita tak butuh lagi dan mereka mencoba, dihina. Lantas apa maunya? Sampai kapan harus ada perbedaan strata yang mencolok? Apa ngga bisa untuk tidak terlalu mengurusi orang lain?
Kalau mereka yang di definisi kan "Alay" juga memakai bahasa Indonesia yang baik dan benar juga seperti ini, apa kita masih mau menganggap mereka alay ? atau kita memakai b4H@Za s3peRt1 iNi lagi ?
Pikirkan baik baik.
Sumber : http://www.tulisanolga.co.cc
Tidak ada komentar:
Posting Komentar